amalan kh hasan genggong

KiaiHasan Genggong dilahirkan pada 23 Agustus 1943 di Sentong, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo dan wafat pada 1 Juni 1955 di Genggong Kraksan Probolinggo. Lakukan Amalan Ini, Kamu Akan Cerdas dan Memiliki Pahala Tanpa Batas Kata Ustadz Adi Hidayat 16 Juli 2022, 21:00 WIB. Masyarakattengah menghadapi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak, terutama sapi dan kambing SatlogiSantri dirumuskan oleh pengasuh ke-3 Pesantren Zainul Hasan Genggong KH. Hasan Saifourridzal. .13 Nilai bisa didapatkan dari sumber keagamaan, system kepercayaan, tradisi, budaya, kebiasaan dan amalan manusia, bagi manusia beragama sandaran nilai pasti berasaskan ajaran atau kitab agama yang dipakai. Bagi yang memiliki system SekretarisLakpesdam NU Kabupaten Malang, Dr Ahmad Makki Hasan mengungkapkan, website dan program kerja ini untuk merapatkan barisan dan bersinergi PCNU Kabupaten Malang serta seluruh lembaga banom yang ada. "Kebetulan LTNNU, Lakpesdam dan Lesbumi dibina oleh koordinator yang sama dari PCNU Kabupateb Malang, yaitu KH Zulfan Tepatpada pukul 20.30 WIB tanggal 11 Syawal 1374 H./11 Juni 1955 M. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya dan dikebumikan di makam keluarga Pesantren Zainul Hasan Genggong Pajarakan Probolinggo. 2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau 2.1 Mengembara Menuntut Ilmu Pendidikan pertama beliau peroleh dari keluarganya sendiri. Kucing Tidak Mau Makan. Moral decadence is a common thing among Islamic boarding schools in the archipelago. Violating ethical values which results in the degeneration of santri morals, obedience to kiai being ignored, western cultural civilization that promotes individual freedom has become a common phenomenon at Pesantren Zainul Hasan Genggong. As a solution, the Santri Satlogi was initiated by the 3rd caretaker of Pesantren Zainul Hasan Genggong KH. Hasan Saifourridzal. The Santri Satlogi are the philosophical values of the Zainul Hasan Genggong Islamic Boarding School which were formulated on 17 August 1989 M. Ridlallah, and Ikhlas Lilahi Ta'ala with the aim that students and alumni in addition to mastering science, also to have the identity of students who can practice knowledge that is practical in everyday life so that they can become role models for the ummah to give the best in life in the community. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free “Volume 15, No. 1, Juni 2021” SATLOGI SANTRI SEBAGAI SISTEM NILAI DAN FALSAFAH HIDUP PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO Oleh Herwati Universitas Islam Zainul Hasan Genggong Probolinggo, Indonesia herawatiippung1988 Abstract Moral decadence is a common thing among Islamic boarding schools in the archipelago. Violating ethical values which results in the degeneration of santri morals, obedience to kiai being ignored, western cultural civilization that promotes individual freedom has become a common phenomenon at Pesantren Zainul Hasan Genggong. As a solution, the Santri Satlogi was initiated by the 3rd caretaker of Pesantren Zainul Hasan Genggong KH. Hasan Saifourridzal. The Santri Satlogi are the philosophical values of the Zainul Hasan Genggong Islamic Boarding School which were formulated on 17 August 1989 M. Ridlallah, and Ikhlas Lilahi Ta'ala with the aim that students and alumni in addition to mastering science, also to have the identity of students who can practice knowledge that is practical in everyday life so that they can become role models for the ummah to give the best in life in the community. Keyword The Philosophical Values, Santri Satlogi, Zainul Hasan Genggong, Islamic Boarding School. A. Pendahuluan Pondok Pesantren merupakan suatu tempat pengajaran dan pendidikan yang menekankan pada pendidikan agama islam, pondok pesantren juga dikenal sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang menjadi lembaga pendidikan yang memiliki kontribusi sangat besar dalam mencerdaskan putra putrid bangsa. Lembaga pendidikan pesantren mampu memberikan pengajaran dan membina manusia memiliki kualitas iman, islam dan ihsan. Kedudukan pondok pesantren di Indonesia diatur dalam UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 tentang Nurcholish Madjid. Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Perjalanan. Jakarta Paramadina, 1994, 10. “Satlogi Santri Sebagai Sistem Nilai” pendidikan keagamaan pasal 30. Sebagai lembaga pendidikan terua di Indonesia pesantren memiliki peran yang sangat penting dalam dalam sejarah pendidikan, hal ini dibuktikan bahwa ajaran pesantren memiliki pondasi dasar yang tertuang dalam sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa”. Pesantren memiliki tradisi yang kuat dalam mensosialisasikan nilai-nilai dan menjadikan turun-temurun pemikiran para pendahulu dari generasi ke kehidupan pondok pesantren sangat dikenal dengan kepatuhan dan kemandirian, pertama kepatuhan terhadap kiai, ustadz maupun ustadzah merupakan salah satu karakter yang wajib dimiliki oleh santri pesantren, terkadang kepatuhan terhadap kiai membatasi kebebasan santri untuk mendapatkan haknya. Kepatuhan merupakan sikap sikap seseorang untuk melakukan segala perintah dan permintaan orang lain. Kedua kemandirian santri yang merupakan cirri khas dari pesantren, individu harus mampu mandiri dalam segala hal berdasarkan aturan-aturan pesantren yang harus dipatuhi dan ditaai didampingi oleh structural pesantren bukan orang tua. Ditinjau dari segi psikologi kepatuhan dan ketaatan terhadap aturan sangat penting, walupun ketaatan tersebut terkesan membatasi kebebasan seorang, namun ada arti yang sangat mendalam dari kepatuhan, seorang tidak akan mengerti dan mengetahui bahwa mereka sedang berada dalam kekacauan social. Fenomena pondok pesantren saat ini adalah banyak santri yang tidak acuh terhadap aturan atau nilai yang sudah di tetapkan oleh pesantren, mereka beranggapan bahwa peraturan dan nilai-nilai yang terdapat di pesantren merupakan hal sangat biasa jika dilanggar, sehingga para santri berlomba untuk melakukan pelanggaran. Belum lagi peradaban barat yang berusaha menerobos tembok pesantren yang menyuarakan kemorosatan akhlak santri, sehingga berakibat pada budaya barat berbaur dengan budaya pesantren. Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Pajarakan Probolinggo merupakan pesantren salaf dan kemudian berkembang menjadi pesantren kholaf dengan sistem klasikal,baik madrasah maupun sekolah memiliki UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 30 bahwa pondok pesantren salah satu bentuk dari pendidikan keagamaan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau sekelompok masyarakat dari pemeluk beragama, sesuai dengan peraturan perundang undangan ayat 1 serta dapat diselenggarakan lewat jalur formal, non-Formal dan informal. Abdurrahman Wahid. Mengarahkan Tradisi. Yogyakarta LkiS, 2010, 28. Umar, Arief dkk. 150 Tahun Menebar Ilmu di Jalan Allah, Probolinggo Genggong Press YPPZH, 1975, 45. “Volume 15, No. 1, Juni 2021” nilai-nilai filosofis Satlogi Santri. Dalam mengimplementasikan nilai-nilai filosofis Satlogi Santri pesantren Zainul Hasan Genggong diperlukan memiliki rumusan tujuan yang ingin dicapai dari suatu yang abstrak menjadi konkrit, salah satu tujuan utama adalah proses pendidikan pesantren Zainul Hasan Genggong menjadikan anak yan sholeh dan produktif. Dalam konteks pendidikan dan pengajaran, dekadensi moral sudah menjadi fenomena umum yang melanda santri dan alumni pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong saat ini, peradaban barat yang menyuarakan kebebasan telah mengalami kerusakan moral yang luar biasa, ironisnya budaya barat yang sudah mengalami kerusakan disebarluaskan ke pesantren Zainul Hasan Genggong sehingga berakibat pada budaya pesantren terkontaminasi oleh budaya barat. Santri yang seharusnya mampu mengamaliahkan ilmunya sedikit mengalami kemorosotan tingkah laku. Sebagai sebuah solusi dari permasalahan tersebut Satlogi Santri dirumuskan oleh pengasuh ke-3 Pesantren Zainul Hasan Genggong KH. Hasan Saifourridzal. Satlogi Santri merupakan nilai-nilai filosofis Pesantren Zainul Hasan Genggong yang dirumuskan pada tanggal 15 Muharaaom 1410 H bertepatan dengan tanggal 17 Agustus 1989 M oleh almarhum al-Arif billah KH. Hasan Saifourridzal sebagai pengasuh ke-3 setelah menggantikan estafet kepemimipinan almarhum KH. Moh Hasan Genggong. Satlogi Santri resmi dijadikan sebagai nilai-nilai filosofis Pesantren Zainul Hasan Genggong dengan tujuan agar santri dan alumni selain menguasai ilmu pengetahuan, juga agar memiliki identitas santri yang mampu mengamaliahkan ilmu pengetahuan dan pengetahuan yang amaliah dalam kehidupan sehari-hari sehingga mampu menjadi teladan bagi ummat memberikan yang terbaik dalam kehidupan bermasyarakat. KH. Hasan Saifourridzal satu-satunya putra KH. Moh Hasan dengan sebutan nama kecilnya Non Ahsan, beliau menggantikan estafet kepemiminan ayahandanya sejak tahun 1951 hingga 1991, beliau merupakan pengasuh ke-3 pondok pesantren Zainul Hasan Genggong kurang lebih 40 Tahun menjadi pengasuh, lihat di Mutawakkil dkk. Biografi Kiai Hasan Saifourridzal Pejuan dan Teladan Ummat, Probolinggo Genggong Press YPPZH, 2005, 10. KH. Moh Hasan Pengasuh ke 2 Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong setelah KH. Zainal Abidin pendiri dan pengasuh Pondok Genggong yang menggantikan estafet kepemimpinan mertuanya. KH. Moh Hasan merupakan putra dari kiai Syamsuddin yang dikenal dengan sebutan kiai Meri beralamat di Desa Sentong Krejengan Probolinggo Abd Aziz, Filsafat Pesantren Genggong, Kraksaan STAI Press, 2013, 131. “Satlogi Santri Sebagai Sistem Nilai” B. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, hal ini merupakan salah satu jenis metode yang menitik beratkan pada penalaran yang berdasarkan realitas social secara objektif dan melalui paradigm fenomologis, artinya metode ini digunakan atas tiga pertimbangan; pertama, untuk mempermudah pemahaman realitas ganda. Kedua menyajikan secara hakiki antara peneliti dan realitas, ketiga metode ini lebih peka dn menyesuaikan diri pada bentuk nilai yang metode penelitian yang digunakan adalah metode antropologi kognitif dengan kerangka fikir sebagai berikut; pertama, membaca beberapa referensi literatur tentang masyarakat dan budaya pesantren Zainul Hasaan Genggong Probolinggo. Kedua, mengumpulkan data berupa dokumen, observasi, dan wawancara dan sebagainya yang mampu memberikan informasi terkait area Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo. Ketiga, mengenali informan kunci yang mampu memberikan informasi secara detail nilai-nilai filosofis Satlogi Santri Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo. Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dari beberapa informan melalui hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, selanjutnya direduksi dan dideskripsikan untuk dilakukan penarikan verifikasi atau Pembahasan 1. Nilai-Nilai Filosofis Pesantren Nilai merupakan tema baru dalam filsafat aksiologi, cabang filsafat yang mempelajarinya muncul untuk pertama kalinya pada paroh jedua abad ke-19. Menurut Sceler, nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung pada benda; benda adalah suatu yang bernilai, ketidak tergantungan ini mencakup setiap bentuk empiris, nilai adalah kualitas a priori. Ketidaktergantungan tidak hanya mengacu pada objek yang ada di dunia lukisan, patung, tindakan manusia dan sebagainya, “sekalipun pembunuhan tak pernah “dinilai” jahat, itu akan terus menjadi jahat, dan meskipun yang baik tidak pernah “dinilai” sebagai baik akan tetap menjadi baik. Masalahnya ketidaksesuaian yang sepenuhnya terhadap esensi nilai J. Lexi Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung Remaja Rosdakarya Offest, 2010, hal. 171. Miles, M. dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta UI Press, 2007, hal. 21-22 Sceler, Der Formalismus in der Ethik unddie Materialie, Yogyakarta ustaka Pelajar, 2011, “Volume 15, No. 1, Juni 2021” pada umumnya, apakah ego memiliki nilai atau mengalaminya, sebagaimana eksistensi objek misalnya bilangan atau alam tidak mengasumsi atau ego lebih kurang demikianlah yang diimplikasikan oleh hakikat nilai. Sedangkan menurut John Locke bahwa nilai meskipun bukan merupakan sifat khas unsur dari benda, dapat menjadi kekuatan tenaga atau kecondongan yang melekat dalam objek yang dapat menyebabkan kondisi yang sesuai dalam diri adalah suatu yang bermakna bagi kehidupan manusia, dengan nilai manusia boleh mendapat ukuran dan pedoman tentang baik dan buruknya sesuatu. Pegangan terhadap nilai juga menjadi factor utama manusia dapat membedakan status hewan dengan manusi dan sesame manusia. Manusia memerlukan tolak ukur yang betul dan tepat dalam melakukan penilaian atau berpegang teguh dengan suatu nilai, ada nilai yang bersifat objektif dan ada yang bersifat subjektif. Dengan nilai yang benar, manusia akan menyatakan sesuatu dengan benar dan melakukan sesuatu dengan tepat dan baik, tanpa nilai, manusia juga melakukan sesuatu tetapi mungkin tidak dengan pertimbangan yang benar dan tepat. Manusia memiliki ilmu yang terbatas, oleh karena sumber data fakta dan ilmu yang ada pada manusia amat terbatas, banyak perkara memang diluar kemampuan manusi untuk melakukan penilaian. Manusia lebih mudah menilai benda-benda bersifat dahir dalam pengertian unit, harga, data, statistic dan sebagainya. Tetapi manusia agak sulit memberikan nilai terhadap tingkah laku dan perbuatan serta tabiat manusia lainnya. Orang berpaham skular mengatakan nilai itu suatu yang relative. Bagi mereka, tidak ada ukuran atau kepiawaian mutlak antara tingkah laku seorang dengan yang lainnya. Dalam proses pendidikan pesantren, nilai adalah sesuatu yang amat penting dididik kepada santri. Nilai-nilai seperti benar, sopan santun, jujur, ikhlas amanah, istiqomah, bijaksana, adil, tulus adalah contoh asas bagaimana membentuk fikiran, sikap dan tingkah laku dalam hidup. Nilai-nilai sampingan seperti rajin, menepati waktu, bersungguh-sungguh, berani, bertanggung jawab dan lain sebagainya adalah pengukuh dari nilai-nilai teras. Sekiranya kaidah yang betul dapat digunakan dalam aplikasi nilai, proses pendidikan pesantren akan senantiasa menghubungkan nilai dengan faktor qur’ani dan sunnah. Sceler, Der Formalismus in der Ethik unddie Materialie,….. 674. Risteri Frondisi, Filsafat Nilai, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2001, 116. Sidek Baba, Pendidikan Rabbani, Malaysia Karya Bestari Sdn. Bhd, 2012, Risteri Frondisi, Filsafat Nilai……., 120. “Satlogi Santri Sebagai Sistem Nilai” nilai ini dijadikan pedoman ikutan, diterapkan kedalam proses ilmu, kurikulum diolah dalam metodologi yang kreatif, ia mengukuhkan lagi akidah seorang. Malah nilai-nilai ketuhanan menjadi subur karna sandaran utama suatu sikap yang dibentuk, sesuatu tindakan adalah kemampuan-kemampuan positif. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan nilai merupakan isi pemikiran, perbuatan yang harus direalisasikan tanpa memperhatikan siapa atau apa yang harus luasnya implikasi konsep nilai ketika dihubungkan dengan konsep pendidikan pesantren ataupun dikaitkan dengan statement. Konsep nilai ketika dihubungkan dengan logika menjadi benar-salah, ketika dihubungkan dengan estetika menjadi jelek-indah, dan ketika dihubungkan denganetika menjadi baik-buruk. Tapi yang pasti nilai menyatakan bahwa sebuah kualitas. Bahkan dikatakan bahwa nilai adalah kualitas empiris yang tidak bisa saja sebagaimana dikatakan Louis Katsoff, kenyataan bahwa nilai tidak dapat didefinisikan tidak berarti nilai tidak bisa karena itu meski tidak memberikan definisi yang jelas penulis akan mengambil sudut pandang ideology pendidikan untuk member pembahasan yang relative, mudah diaplikasikan yakni ketika nilai dianggap sebagai jenis perilaku tertentu terkait dengan konsepsi tertentu tentang tahu yang diketahui. Dalam hal ini pengetahuan dalam perkembangan selanjutnya menjelma menjadi keyakinan yang kemudian direfleksikan menjadi sikap dan perilaku. Sehingga nilai dianggap sebagai perwujudan diri self actualization disini adalah perwujudan potensi-potensi diri menjadi nyata. Potensi adalah hal yang inhern, ada dalam diri tapi belum digali dan dimunculkan dalam permukaan. Potensi-potensi yang dimaksud tidak ada sesuatu yang pernah menjadi tujuan tanpa sebelumnya menjadi sasaran. Nilai bisa didapatkan dari sumber keagamaan, system kepercayaan, tradisi, budaya, kebiasaan dan amalan manusia, bagi manusia beragama sandaran nilai pasti berasaskan ajaran atau kitab agama yang dipakai. Bagi Sidek Baba, Pendidikan Rabbani…..,. 52. Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyrakatan, Bandung PT Refika Aditama, 2009, 69. Louis Element of Philosophy, alih bahasa Soejono Soemargono, Yogyakarta Tiara Wacana, 1989, 335. William Neil, Education Ideologies, alih bahasa Omi Intan Naomi, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2002, 95. “Volume 15, No. 1, Juni 2021” yang memiliki system kepercayaan, nilai kepercayaan menjadi pegangan dalam melakukan memperoleh nilai, pertama, pencarian kebenaran dan keutamaan melalui filsafat, yakni melalui cara berfikir kontemplatiff paradigms logis/ abstrak. Melaui filsafat seorang bisa menemukan makna dari sesuatu yang abstrak atau makna ada “di belakang” objek yang konkrit. Kedua, nilai diperoleh melalui paradigm berfikir logis / empiris. Paradigm ini merupakan paradigm ilmu pengetahuan yang selalu memerlukan bukti-bukti nyata dalam menguji kebenaran dan keutamaan sesuatu. Nilai yang diperoleh melalui jalan ini banyak mengungkapkan kebenaran teoritik karna ditempuh melalui cara berfikir ilmiah. Nilai-nilai keutamaan ini banyaka kita temukan dalam cabang disiplin ilmu agama, ilmu social dan humaniora. Ketiga, perolehan nilai melalui hati dan fungsi rasa, cara ini tidak lagi menyertakan pertimbangan logis filsafat atau logis/empiris ilmu pengetahuan. Karena nilai atau pengetahuan dengan cara ini masuk melalui pintu intuisi dan bersarang dalam keyakinan hati, nilai-nilai yang berkaitan dengan hal-hal yang baik yang tidak dapat terjangkau melalui cara berfikir kontemplatif filsafat dan cara berfikir ilmiah dapat diketahui melalui ketajaman mata hati. Model perolehan nilai ini dilakukan dengan cara pemnngembaraan batin pada wilayah supra/logis. Sifat pengetahuan sufficient/rationalis untuk dipahami secara filosofis maupun ilmiah. Keberadaanya hanya dapat diterima oleh kebenaran hanya bisa diberikan oleh orang yang pernah mengalami fenomena keagamaan serupa. 2. Satlogi Santri Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo Satlogi Santri adalah nilai-nilai filosofis Pesantren Zainul Hasn Genggong yang dirumuskan oleh pengasuh ketiga yaitu almarhum al-Arif billah KH. Hasan Saifourridzal pada tanggal 15 Muharrom 1410 H / 17 Agustus 1989 tujuan agar para santri dan alumni selain menguasai ilmu pengetahuan, juga agar memiliki identitas santri yang mampu mengamaliahkan ilmu pengetahuan dan pengetahuan yang amaliah dalam kehidupan sehari-hari sehingga para santri dan alumni mampu menjadi teladan dan panutan ummat dengan memberikan yang terbaik dalam kehidupan masyarakat. Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyrakatan…., 71. Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung Alfabeta, 2004, 81-83. Abd Aziz, Filsafat Pesantren Genggong, Kraksaan Zaha Press, 2011, 131. “Satlogi Santri Sebagai Sistem Nilai” Pesantren Zainul Hasan Genggong sebagai sebuah lembaga pendidikan yang dibangun dan dikembangkan dengan berlandaskan pandangan filosofis tentang berbagai aspek agama, moralitas, ilmu pengetahuan, lingkungan dan lain sebagainya, berkembang dan terus berproses dalam pertumbuhan, kesinambungan, perubahan dan pembaharuan. Yang menjadi persoalan penting dan menjadi perhatian utama dalam komonitas pesantren dalam setiapp waktu adalah menjaga pesantren dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman. Adapun nilai-nilai Filosofis Satlogi Santri yang menjadi penguat jati diri Pesantren Zainul Hasan Genggong terakumulasi dalam rumusan 6 akronim dari S Sopan Santun A Ajeg/Istiqomah N Nasehat T Taqwallah R Ridhallah I Ikhlas Lillahi Ta’ala. Nilai-nilai Satlogi Santri hingga kini menjadi nilai-nilai utama yang melandasi seluruh kegiatan dan kebijakan terdapat di lembaga-lembaga pendidikan dibawah naungan Pesantren Zainul Hasan Genggong. Nilai-nilai Filosofis Satlogi Santri ini merupakan nilai tersendiri yang ada di Pesantren Zainul Hasan Genggong dan menjadi identitas santri serta ciri khas yang membedakan dengan pesantren lainnya. Nilai-nilai Satlogi Santri segaimana tersebut di atas diajarkan kepada santri baik secara eksplisit maupun implisit, dilatih, ditanamkan dan dijadikan sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan di pesantren maupun luar pesantren masyarakat. Pemahaman, pelatihan dan pembiasaan nilai-nilai tersebut pada akhirnya diharapkan mampu mengantarkan santri dan alumni menjadi manusia-manusia yang berjiwa Satlogi Santri, menjadikan santri dan alumni memiliki wawasan keislaman dan kebangsaan. Penjabaran dari nilai-nilai Filosofis Satlogi Santri adalah pertama, S = Sopan Santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai tuntutan pergaulan sehari-hari masyarakat itu. Kata sopan yang berarti tenang, beradab, baik dan halus perkataan ataupun perbuatan yang diaplikasikan dalam pergaulan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Norma kesopanan bersifat relative, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan atau waktu sebagai contoh menghormati orang tua dan guru, menyayangi yang lebih muda, berperilaku tawaddhu’, tidak berkata kotor, kasar dan sombong, tidak meludah di sembarang tempat. Norma Ustman ibn Hasan ibn Ahmad asy-Syakir al-Khoubawy, Terjemah Durrotun Nashihin, Semarang Pustaka Nuun, 2010, hal. 238. Abd Aziz, Filsafat Pesantren Genggong…………, “Volume 15, No. 1, Juni 2021” kesopanan sangat penting penting untuk diterapkan terutama di lingkungan masyarakat. Sekali saja melanggar terhadap norma kesopanan akan mendapatkan sanksi dari masyarakat berupa moral yang membuat rendah status social karena mengabaikan perilaku terpuji, namun sebaliknya perilaku terpuji menjadikan mereka terhormat sebagai penghargaan social dari masyarakat. Sebagai dalil dari pembiasaan diri berperilaku terpuji sopan santun saling menyayangi dan saling menghormati satu sama lain sebagaimana disabdakan Rosulullah SAW “Sesungguhnya Allah mencintai sikap kasih saying dalam segala urusan dan hanyalah Allah akan mengetahui hamba-hambaNya yang mempunyai rasa kasih sayang”. Sebagai kiai, ustadz dan ustadzah Pesantren Zainul Hasan Genggong semaksimal mungkin mendidik santri menjadi orang yang berakhlakul karimah, berguna bagi agama, bangsa dan negara Kedua, A = Ajeg/Istiqomah berarti lurus, benar, tetap pendirian atas sesuatu keyakinan, tetap teguh pendirian atas kebenaran ajaran AllahSWT dan melaksanakan segala ketentuan-Nya. Ibnu qoyyim membagi istiqomah atas empat bentuk diantaranya 1. Istiqomah dalam perkataan, yakni berlaku tegas dalam ucapan sesuai dengan kebenaran yang diyakni tanpa mengubahnya demi suatu keuntungan yang bertentangan denga kebenaran. 2. Istiqomah dalam perbuatan, yakni berlaku mantap dalam melaksanakan suatu pekerjaan, tidak ragu, takut cemas oleh sesuatu. 3. Istiqomah dalam sikap, yakni teguh dlam sikap yang sesuai dengan ketentuan Allah, 4. Istiqomah dalam niat dalam menatap sesuatu yang dimaksud merupakan bagian dari refleksi akhlakul karimah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang didasarkan pada al-qur’an “sesungguhnya orang-orang yang mengatakan tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan; jaganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembiralah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.”Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa siapa saja diantara manusia yang berikrar bahwa tuhan mereka adalah Allah kemudian mereka tetap perpegang Ustman ibn Hasan ibn Ahmad asy-Syakir al-Khoubawy, Terjemah Durrotun Nashihin…………,145. Lihat Surat Fussilat 30, sebagaimana dikutip oleh Umar, Arief dkk. 189. Pesantren Zainul Hasan Genggong Pajarakan Probolinggo, Sejarah Perjalanan dan Perkembangannya 150 Tahun Menebar Ilmu di Jalan Allah. Probolinggo TP. 259. “Satlogi Santri Sebagai Sistem Nilai” teguh istiqomah dan tetap menjalankan segala perintah-Nya, Allah menghadiahkan surga menghapus segala kesedihan kemudian menggantinya dengan kegembiraan. Secara implisit diterangkan bahwa siapa saja, tidak memandang latar belakang keturunan, harkat dan martabatnya akan mendapatkan kegembiraan yang sangat luar biasa dari Allah SWT yaitu surga. Istiqomah memang sangat mudah untuk diucapkan, namun sangat sulit mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, perlu kerja keras untuk mencapainya. Ajeg merupakan perilaku yang harus terikat antara perbuatan, hati dan jiwa. Santri dan alumni Pondok Pesantren Zainul Hasan khususnya dan santri nusantara umunya harus mampu menyeimbangakan antara perkataan, perbuatan, hati dan jiwanya denga tetap berada pada koridor keimanan, serta patuh terhadap perintah Allah SWT secara istiqomah. Dan pada akhirnya kehormatan dan kemuliaan yang akan akan mengiringi mereka yang selalu Ajeg di jalan Allah SWT. Ajeg di jalan Allah berarti juga Ajeg terhadap kebaikan sesama manusia. Ketiga, N = Nasehat dalam istilah lain mau’idhotul hasanah, memberikan nasehat yang baik, dalam konteks keseharian sebagai muslim muslimah mampu memberikan mau’idhoh hasanah sekaligus menjadi uswatun hasanah, kedua istilah ini tidak terpisahkan. Orang yang mampu memberikan mau’idhoh hasanah diharap juga mampu menjadi uswatun hasanah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia terdapat dua nasehat, pertama nasehat baik yang mengikuti ajaran islam, selalu berfikir baik, selalu berkata baik dan mengajaknya pada perilaku yang baik pula. Kedua adalah nasehat dan ajaran pada jalan yang buruk dan membahayakan, karena manusia tetal memiliki jiwa fasik, sehingga melahirkan fikiran yang jelek dan suara hati yang jelek pula, ungkapan kata dan perilaku jelek merugikan diri sendiri dan orang lain. Seorang santri harus mampu memberi nasehat antara satu dengan yang lainnya, berlomba-loma dalam melakukan kebaikan. Mengenai hal ini KH. Moh Hasan Saifourridzall mengutip firman Allah Surat Al-A’raf 68 yang berbunyi “ Dan aku pemberi nasehat yang terpercaya kepada kamu” sebagaimana disabdakan pula oleh Rosulullah SAW “Agama adalah nasehat” nasehat-nasehat tentang kebaikan yang disandarkanpada ajaran-ajaran agama yang berkenaan dengan urusan dunia maupun urusan akhirat akan memberikan sebuah kebahagiaan dalam mengarungi kehidupan di dunia dan setelahnya. Wawancara dengan KH. Ahsan Qomarus Zaman Cusu KH. Moh. Hasan Saifourridzal di kediamannya PP. Baitus Sholohin Temenggungan Pajarakan Probolinggo pada tanggal 24 Agustus 2020. “Volume 15, No. 1, Juni 2021” Nasehat mau’idhoh hasanah yang disampaikan terkait keimanan kepada Allah, Malaikat, rosul, hari akhir, menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya dll. Dengan memberi nasehat pada diri sendiri, keluarga kemudian kepada orang lain barulah akan menjadi uswatun hasanah sesuai yang disabdakan Rosulullah SAW. Pada dasarnya saling menasehati antara satu dengan yang lainya sangat dianjurkan karena manusia tidak luput dari salah dan khilaf, saling menasehati hidup akan menjadi lebih bermakna dan berkah. Keempat, T = Taqwallah, Takwa menurut istilah berasal dari kata waqa yaqi wiqoyatan waqa yaqi wiqoyatan yang artinya berlindung atau menjaga diri dari sesuatu yang berbahaya. Takwa juga berarti takut. Sedangkan menurut syara’ dalam kitab syarah Riyadus Sholihin, syaikh Ustaimin berkata dari kataWiqoyah yaitu upaya seorang melakukan sesuatu yang dapat melindungi dari adzab allah SWA, dan yang dapat menjada diri seorang dari adzab Allah SWT ialah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala adalah salah satu perintah Allah yang banyak disebutkan dalam al-Quran dan hadist, mengingat hal tersebut merupakan slah satu kunci untuk mencapai rahmat Allah, guna menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Bahkan takwa merupakan solusi dari berbagai himpitan hidup yang menghapit berupa tercapainya keluasan untuk memperoleh kebahagiaan hidup. Takwa adalah salah satu jalan yang memuat kita senantiasa bersama Allah SWT. Nilai-nilai ketakwaan ketika sudah bersumber pada keyakinan mendalam orientasi kehidupan seorang hanya diorientasikan kepada nilai-nilai ketuhanan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan menggunakan media ciptaan-Nya. Hikmah dalam ketakwaan seperti yang disampaikan oleh KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah adalah sebagai berikut;1. Takwa adalah kunci keberuntungan di dunia dan akhirat 2. Takwa mengundang limpahan berkah dan rahmat Allah SWT 3. Takwa adalah kunci mendapat ampunan dan kasih saying Allah SWT 4. Takwa adlah solusi segala permaslahan 5. Orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yag bertakwa. Abdullah bin Jubair, Riyadus Sholihin, Jakarta Darul Haq, Jus 1. 290 Wawancara dengan KH. Nufal Gus Boy Putra KH. Hasan Saifourridzal dengan Nyai HJ. Siti Aziziyah di P5 Zainul Hasn Genggong Problinggo pada tanggal 14 Agustus 2020 Wawancara dengan KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah di kediamannya pada tanggal 5 Agustus 2020. “Satlogi Santri Sebagai Sistem Nilai” Kelima, R = Ridhallah, ridha adalah tentramnya qalbu kepada dzat yang maha pengatur dan membiarkan pilihan kepadanya disertai kepasrahan, tidak ada yang lebih berat bagi nafsu kecuali harus ridha terhadap ketentuan Allah SWT. Untuk memperoleh ridha dari Allah berbaik sangkalah kepada Allah yang berarti membangun komonikasi yang baik kepada Allah. Berprasangka yang baik pada Allah apapun yang terjadi ketentuannya terhadap hamba-Nya. Sebagaimana yang disabdakan nabi Muhammad SAW dalam Hadist Qudsi Allah berfirman; “Aku tergantung prasangka hambaku, dan aku akan bersamanya ketika aku disebut” dan didalam hadist qudsi yang lain Allah berfirman; “paling dekatnya seorang hamba kepada tuhan-Nya Allah ketika ia sedang sujud, maka perbanyaklah berdoa”Hadist tersebut membimbing manusia agar senantiasa berprasangka baik terhadap ketentuan Allah SWT dan senantiasa mendekatkan diri kepadanya agar senantiasa bersama hamba-Nya yang senantiasa menerima ketentuan Allah dengan ikhlas, inilah bimbingan pada kita suatu jalan untuk memperoleh ridha dari Allah, dan ridha Allah akan digapai apabila memperoleh ridha orang tua. Keenam, I = Ikhlas Lillahi Ta’ala, ikhlas berarti membersihkan sesuatu sehingga menjadi bersih, seorang melakukan perbuatan semata-mata berharap ridha Allah, amal perbuatan merupakan badan jasmani maka ihklas adalah ruh jiwanyaSyaikh hasan asyadili berkata bahwa cahaya dari cahaya Allah dia titipkan dalam hati hambanya yang beriman sehingga memutuskan dari selainnya, itulah keikhlasan yang tidak dapat ditingkatkan oleh malaikat yang mampu merusaknya adalah hawa nafsu. Darinya bercabang menjadi 4 kehendak pertama, kehendak ikhlas dalam amal diatas pengagungan Allah. SWT. kedua, keihlasan demi mengagungkan perintah Allah. Ketiga, keikhlasan utuk menuntut pahala, ke empat, kehendak ikhlas dalam membersihkan amal dan noda-noda. Seorang ikhlas dalam perbuatan dalam mencapai sebuah tujuan, cita-cita dan amalnya semata-mata karena Allah SWT. Tanpa sebuah keihlasan ibadah tidak diterima oleh Allah. 3. Implementasi Nilai-Nilai Filosofis Satlogi Santri Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo Dalam mengelola sebuah pondok Pesantren besar yang dihuni oleh beribu-ribu santri, untuk menerapkan Satlogi Santri Pesantren Zainul Hasan Genggong melalui 3 tahapan diantaranya; pemahaman, pelatihan Abd. Aziz. Filsafat Pesantren Genggong,….. 156. Abd. Aziz. Filsafat Pesantren Genggong,….. 162. “Volume 15, No. 1, Juni 2021” Adapun tahap awal penerapan Satlogi Santri Pesantren Zainul Hasan Genggong melalui proses pemahaman. Pertama, dilakukan pada kegiatan MOSBA Masa Orientasi Santri Baru tentang arti Satlogi Santri, sejarah Satlogi Santri, tujuan Satlogi Santri, hikmah menerapkan Satlogi Santri dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan tersebut diselenggarakan setahun kedua pelatihan, untuk melatih diri ber- Satlogi Santri adalah dengan cara bersyukur, melatih diri untuk berperilaku sopan santun, melatih diri berperilaku khlas, melatih diri untuk berperilaku takwa dan sebagainya, sehingga melalui proses pelatihan tersebut santriwan santriwati akan terbiasa menerapkannya. Dalam pelatihan ber- Satlogi Santri yang dilaksanakan pada acara MOSBA dengan cara mendemonstrasikan hal-hal baik seperti, cara berjabat tangan dengan baik dan benar, cara berhadapan dengan kiai dan guru, cara bersuci dengan benar, cara sholat berjamaah maupun individu, disiplin sholat berjamaah dan menjaga keamanan santri untuk tidak membawa alat elektronik. Pelatihan ini bertujuan agar para santri terlatih dalam hal tersebut dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari didalam maupun di luar ketiga pembiasaan, dalam tahapan ini structural pesantren memiliki peranan yang sangat penting dalam penerapan Satlogi Santri ini, karena hal tersebut berkenaan dengan sikap yang dilakukan oleh santri setiap waktu dan setiap saat, santri dibiasakan berperilaku sopan terhadap siapapun, dibiasakan sholat berjamaah maktubah maupun sunnah, dibiasakan disiplin dengan beberapa aturan yang telah dibuat oleh structural pesantren Zainul Hasan Genggong. Berdasarkan tiga tahapan inilah proses penanaman perilaku Satlogi Santri akan menjadi sebuah kebuthan bukan keterpaksaan dalam membentuk perilaku baik dan pada akhirnya menjadi karakter santri yang membedakan antara santri Pesantren Zainul Hasan Genggong dengan pesantren lainnya. Wawancara dengan KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah di kediamannya pada tanggal 5 Agustus 2020. Wawancara dengan KH. Ahsan Hassan Malik dikediamannya pada tanggal 8 Agustus 2020 Wawancara dengan KH. Ahsan Habibi fillah di kantor Pondok Putera Darut Tauhid Pesantren Zainul Hasan Genggong pada tanggal 20nAgustus 2020 Wawancara dengan KH. Ahsan Habibi fillah di kantor Pondok Putera Darut Tauhid Pesantren Zainul Hasan Genggong pada tanggal 20nAgustus 2020 “Satlogi Santri Sebagai Sistem Nilai” 4. Satlogi Santri Sebagai Falsafah Hidup Santri Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo Satlogi Santri telah dicetuskan oleh Saifourridzal dan menjadi nilai-nilai yang membudaya dan mengakar dalam pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo sejak tahun 1989, jika kita melihat nilai-nilai yang ada dalam Satlogi Santri, sebenarnya nilai Sopan Santun, Ajeg istiqomah, Nasehat, Taqwallah, Ridallah, dan ikhlas lillahi ta’ala adalah nilai-nilai karakter relegius yang harus dimiliki oleh santri maupun alumni Pesantren Zainul Hasan Genggong. Seorang santri harus mampu mengimplementasikan jati dirinya sebagai SANTRI yakni Sin Sitrul aurot menutup aurat, Nun Nahyu anil Munkar mencegah kemungkaran, Ta’ Tarkul ma’ashi Meninggalakan maksiat, Ra’ Ri’ayatun nafsi menjaga diri dari hawa nafsu dan Ya’ Yaqin yakin / mantapMenurut Dimyathi alm bahwa seorang santri harus mampu mengimplementasikan fungsi manusia dengan 4 huruf yang dikandungnya Sin Sitrul aurot menutup aurat, Nun Naibul Ulama’ wakil dari ulama’, Ta’ Tarkul ma’ashi Meninggalakan maksiat, Ra’ Roisul Ummah pemimpin ummat dan Ya’ Yaqin yakin / mantapSatlogi Santri sebagai system nilai yang menjadi falsafah hidup santri Pesantren Zainul Hasan Genggong meliputi komponen pengetahuan, tindakan dan kesadaran untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, lingkungan maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Satlogi Santri merupakan implementasi dari mabadi’ khoiru ummah yang menjadi prinsip perjuangan ulama salaf, terutama para santri wali songo melalui pesantren yang ada. Mabadi khoiru ummah yang berisi ajaran ajaran ulama salaf diantranya as shidqu, al-amanah wal wafa bil ahdi, at-ta’awun, al-adalah, dan dilihat sekilas nilai-nilai Satlogi Santri Taqwallah, Ridlallah, Ikhlas Lillahi Ta’ala ini berpijak pada landasan ideologis Pancasila sebagai falsafah hidup bagi bangsa Indonesia, yang menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama yang harus melandasi dan menjiwai seluruh sila-sila lainnya. Hal ini mencerminkan karakter religius yang harus dimiliki Mas Dewa, Kiai Juga Manusia, Tanjung Sari Krejengan Pustaka al-Qudsi, 2009, Mas Dewa, Kiai Juga Manusia,…….. hal. 27. Wawancara dengan KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah di kediamannya pada tanggal 5 Agustus 2020. “Volume 15, No. 1, Juni 2021” oleh santri pesantren Zaibul Hasan Genggong. Nilai-nilai filosofis Satlogi Santri mencerminkankeberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleransi terhadap pelakanaan ibadah agama dan kepercayaan lainnya. Hidup damai dan rukun dengan pemeluk agama lainnya. Nilai-nilai filosofis Satlogi Santri meliputi 3 dimensi yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama dan hubungan manusia dengan alam semesta. D. Simpulan Pesantren Zainul Hasan Gengong Probolinggo merupakan pesantren pada umumnya yang memiliki tujuan santri dan alumni memiliki nilai-nilai akhlak, keilmuan, ketaqwaan, keislaman, nilai-nilai tersebut termaktub dalam nilai-nilai filosofis Satlogi Santri Sopan Santun, Ajeg istiqomah, Nasehat, Taqwallah, Ridhallah, dan Ikhlas lillahi ta’ala. Melalui nilai-nilai filosofis Satlogi Santri yang dicetuskan oleh KH. Hasan Saifourridzal tersebut dinamika pendidikan Pesantren Zainul Hasan Genggong merupakan suatu yang dinamis dan inovatif dalam rangka mempertahankan sistem nilai dan sistem social pesantren dengan tetap mengacu pada arah perkembangan yang jauh lebih baik mempertahankan prinsip-prinsip pesantren “almuhafadhah ala al-qodim as-sholih wa al-akhdu bi al-jadidi al-ashlah”. Secara sosiologis nila-nilai Satlogi Santri akan melahirkan tindakan dan perilaku yang efektif, yaitu potret santri dengan integritas yang mampu berkomitmen, berdedikasi, beramal sholeh, memiliki kecakapanintelektual, emosional dan spirutual dalam mengarungi kehidupan di tengah-tengah masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Arief dkk, Umar. 150 Tahun Menebar Ilmu di Jalan Allah, Probolinggo Genggong Press YPPZH. 1975. Annawawi, Imam Riyadus Sholihin, Jakarta Darul Haq Asy-Syakir al-Khoubawy, Ustman ibn Hasan ibn Ahmad. Durrotun Nashihin. Semarang Pustaka Nuun. 2010. Aziz, Abd. Filsafat Pesantren Genggong, Kraksaan STAI Press. 2013. Baba, Sidek. Pendidikan Rabbani. Malaysia Karya Bestari Sdn. Bhd. 2012. Bogdan, dan Biklen, Qualitative Research For Education An Introduction to Theory and Methods. Bostob Allyn and Bacon. Mas. Kiai Juga Manusia, Tanjung Sari Krejengan Pustaka al-Qudsi. “Satlogi Santri Sebagai Sistem Nilai” 2009. Departemen Agama RI. Pola Pembelajaran Di Pesantren, Jakarta Departemen Agama. 2003. Frondisi, Risteri. Filsafat Nilai. Yogyakarta Pustaka Pelajar. 2001. Neil, William. Education Ideologies, alih bahasa Omi Intan Naomi, Yogyakarta Pustaka Pelajar. 2002. Latif, Abdul. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyrakatan, Bandung PT Refika Aditama. 2009. Madjid Nurcholish. Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Perjalanan. Jakarta Paramadina. 1994. Mutawakkil dkk. Biografi Kiai Hasan Saifourridzal Pejuan dan Teladan Ummat. Probolinggo Genggong Press YPPZH. 2005. Mulyana, Rohmat. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung Alfabeta. 2004. Mas’ud, Abdurrahman. Memahami Agama Damai Dunia Pesantren, dalam Badrus Sholeh ed Budaya Damai Komonitas LP3ES. 2007. Miles, M. dan Huberman, Analisis Data Kualitatif. JakartaUI Press. 2007. Louis. Element of Philosophy, alih bahasa Soejono Soemargono. Yogyakarta Tiara Wacana. 1989. Poerwadarmintha, WJS. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka. 2006. Sceler. Der Formalismus in der Ethik unddie Materialie, Yogyakarta ustaka Pelajar. 2011. UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Wahid, Abdurrahman. Mengarahkan Tradisi. Yogyakarta LkiS. 2010. Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter; Konsepsi dan Aplikasinya dalam Pendidikan. Jakarta Kencana. 2011. HerwatiIslamic/religious spiritual activities carried out at Madrasah Aliyah Zainul Hasan Genggong Probolinggo aim to familiarize a student or group in realizing faith and piety to Allah. This study uses a descriptive qualitative method that seeks to analyze the implementation of Islamic spiritual activities so as to form the religious values inherent in students. Data was collected by means of interviews, observation and documentation. The results of this study are Islamic spiritual activities become an offer and practical solution in instilling religious values in students in educational institutions. In practice, it can be divided into four parts, namely daily, weekly, monthly and yearly. Through some of these activities, it has produced very significant results, namely the creation of a young generation who has a spiritual attitude and has a high awareness of religious values in the surrounding environment, reduced social conflicts without blame one another. Keywords Islamic Spiritual Activities and Religious ValuesHerwati HerwatiThis study aims to reveal the formation of religious culture for the Muslim minority community in Tengger Village, Lumbang Probolinggo District. This study uses a descriptive qualitative approach. The results show that the formation of religious culture in the people of Tengger Village, Lumbang Probolinggo is sometimes difficult to implement because they adhere to religion and practice their teachings according to their ancestors. There are also some who think that culture is very contrary to religion because the religious culture that comes is not in accordance with the teachings of their religion. The activities in the formation of religious culture include routine recitations held at the village level, RT level and RW level in the form of Islamic studies, tahlilan, sholawatan and istighosah. Pesantren educational institutions, formal and non-formal, Islamic institutions NU, Anshor and Muhammadiyah also play an active role in shaping the religious culture of the community. Supporting factors in the formation of religious culture; 1. Some residents have a very high religious level the heads of families of the village Muslim community are fanatical about religious teachings, 2. Routine activities programmed by the village such as joint tea, yasinan, sholawatan, istighosah etc., 3. The community individuals have an understanding and high level of awareness of religious activities in the village. While the inhibiting factor; 1. The development of technology is very rapid, 2. The number of people who imitate non-Muslim habits, 3. The lack of public awareness of the importance of religious programs held in the Imam Riyadus Sholihin, Jakarta Darul Haq Asy-Syakir al-Khoubawy, Ustman ibn Hasan ibn Ahmad. Durrotun Nashihin. Semarang Pustaka Nuun. Karya Bestari SdnSidek Pendidikan BabaRabbaniBaba, Sidek. Pendidikan Rabbani. Malaysia Karya Bestari Sdn. Bhd. Pustaka PelajarRisteri Filsafat FrondisiNilaiFrondisi, Risteri. Filsafat Nilai. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Ideologies, alih bahasa Omi Intan Naomi, Yogyakarta Pustaka PelajarO NeilO Neil, William. Education Ideologies, alih bahasa Omi Intan Naomi, Yogyakarta Pustaka Pelajar. Berbasis Nilai Kemasyrakatan, Bandung PT Refika AditamaAbdul LatifLatif, Abdul. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyrakatan, Bandung PT Refika Aditama. NurcholishMadjid Nurcholish. Bilik-bilik Pesantren;M MilesA M HubermanMiles, M. dan Huberman, Analisis Data Kualitatif. JakartaUI Press. of Philosophy, alih bahasa Soejono Soemargono. Yogyakarta Tiara WacanaO Louis. Element of Philosophy, alih bahasa Soejono Soemargono. Yogyakarta Tiara Wacana. Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Balai PustakaWjs PoerwadarminthaPoerwadarmintha, WJS. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka. 2006. Alm. KH. Moh. Hasan GenggongSalah satu karomah Al-Marhum waliyullah KH. Moh. Hasan Genggong diceritakan oleh KH. Akhmad Mudzhar, Situbondo. Beliau bercerita bahwa pada suatu hari selepas sholat Jum’at Almarhum KH. Moh. Hasan Genggong atau yang dikenal dengan kiai sepuh turun dari Masjid jami’ Al-Barokah Genggong menuju dalem rumah/kediaman beliau. Dalam perjalanan antara masjid dan kediamannya, beliau kiai sepuh berjalan sambil berteriak mengucap “Innalillah, Innalillah” sambil menghentak-hentakkan tangannya yang kelihatan basah. Pada waktu itu jam menunjukkan jam Setelah itu, tepat pada hari Senin pagi, ketika Alm. Kiai sepuh menemui tamunya yang juga terdapat KH. Akhmad Mudzar salah seorang santrinya dan perawi kisah ini, datang dua orang tamu menghadap kiai sepuh yang merautkan paras kelelahan seakan-akan baru mengalami musibah yang begitu hebat. Tatkala dua orang tersebut bertemu dan melihat wajah almarhum kiai sepuh, terlontarlah ucapan dari salah seorang dari keduanya. “ini orang yang menolong kita tiga hari yang lalu” ujarnya. Bersamaan dengan itu, Alm. Kiai sepuh mengucap kata “Alhamdulillah” sebanyak tiga kali dengan wajah yang berseri. Dari kejadian tersebut membuat heran KH. Mudzhar dan beliau mengambil keputusan untuk bertanya kepada kedua tamu tersebut, sehingga bercerita tamu tersebut “tiga hari yang lalu, yaitu hari Jum’at kami berdua dan beberapa teman yang lain menaiki perahu menuju Banjarmasin, tiba-tiba perahu oleng akibat angin topan dan perahu kami tak tertolong lagi. Namun kami sempat diselamatkan berkat kehadiran dan pertolongan yang datang dari seorang sepuh yang tidak kami kenal, waktu itu menunjukkan sekitar jam atau ba’da Jumat, setelah itu kami sudah tidak sadar lagi apa yang terjadi hingga kami terdampar di tepi pantai Kraksaan Kalibuntu”. Lalu lanjut cerita tamu tersebut setelah kami sadar, kami merasa sangat gembira dan bersyukur karena masih terselamatkan dari bencana itu. Dan kami ingat bahwa yang menolong kami dari malapetaka tiga hari yang lalu itu adalah orang tua yang nampaknya sangat alim. Hingga hati kami terdorong untuk sowan atau bersilaturrahim kepada kiai yang sepuh yang dekat dengan tempat kami terdampar. Setelah kami bertanya kepada orang-orang yang kami jumpai, “adakah disekitar tempat ini seorang kiai yang sepuh?”. Lalu kami disuruh menuju ke tempat ini Genggong. Setelah sampai disini ternyata orang yang menolong kami waktu itu adalah orang ini. bersamaan dengan itu tangan tamu tersebut menunjuk ke arah Alm. KH. Moh. Hasan buku 150 tahun menebar ilmu di jalan Allah Probolinggo, Gontornews — Kiai Hasan Genggong, demikian biasa dipanggil. Ia memiliki nama lengkap KH Muhammad Hasan bin Syamsuddin bin Qoiduddin. Kiai Hasan Genggong lahir pada 27 Rajab 1259 atau 23 Agustus 1840, bertepatan dengan peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW di Desa Sentong, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo, dari pasangan Kiai Syamsuddin dan Nyai Hasan Genggong, merupakan salah satu pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong ini, merupakan sosok panutan di zamannya. Kealiman dan kewalian Kiai Hasan tak diragukan lagi. Bahkan, pengasuh kedua Pesantren Zainul Hasan Genggong ini juga dikenal sebagai wali Hasan Sepuh, sapaan akrab beliau, mempunyai budi pekerti yang sangat tinggi serta welas asih. Tak hanya kepada sesama manusia, Kiai Hasan juga memberikan kasih sayangnya kepada makhluk lain seperti situs resmi Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, diungkapkan bahwa jejak kesantrian Kiai Hasan Genggong dimulai sejak usia belia sampai dewasa. Dari mondok di sejumlah pesantren di tanah air, berlanjut nyantri ke Mekkah dan masa mudanya, Kiai Hasan Genggong pernah mengenyam pendidikan baik di dalam negeri dan di luar negeri, diantaranya; Pesantren Sentong, Krejengan dibawah asuhan KH. Syamsuddin, Pesantren Sukonsari, Pojentrek-Pasuruan Asuhan KH Mohammad Tamin, Pesantren Bangkalan selama 3 tahun asuhan KH. Mohammad Cholil dan selama 3 tahun di Mekkah Al kalangan ulama sepuh Nahdlatul Ulama NU, Kiai Hasan Genggong senantiasa dijadikan sebagai sosok yang selalu diminta nasihat dan pertimbangan persoalan NU dan proses awal pendirian organisasi NU, almarhum Kiai Hasan Genggong juga diminta pendapat dan nasihat oleh almarhum KH Wahab Hasbullah; KH As’ad Syamsul Arifin; dan para pendiri NU yang lain atas rekomendasi dari Syaikhona Kholil Bangkalan dan Syeikh KH Hasyim Asy’ Hasan Sepuh yang dikenal sebagai sosok ulama dengan kezuhudannya, selalu menjadi tempat rujukan ketika ulama pendiri NU akan mengambil keputusan. Ketika NU lahir pada 1926 pada saat bumi nusantara masih dicengkeram penjajah Belanda, Kiai Hasan Genggong menjadikan Pesantren Genggong sebagai basis perjuangan masa penjajahan, Kiai Hasan Genggong turut berkontribusi dalam mengusir penjajahan, khususnya di wilayah Jawa Timur. Betapapun kondisi fisiknya pada saat-saat memuncaknya angkara penjajah, nampak lemah karena usia, namun Almarhum tetap berusaha menghadiri rapat-rapat akbar di pelosok-pelosok tanpa mengenal juga pada masa penjajahan Jepang, ia dengan sikap tegas melawannya. Ketika itu musim paceklik tengah melanda masyarakat, khususnya di daerah sekitar pondok Kiai Hasan Genggong melawan penjajah mengembara hingga detik-detik kemerdekaan bangsa Indonesia. Sinyal kemerdekaan itu jauh sebelumnya telah dirasakan oleh Kiai ini menjadi jelas ketika ia memerintahkan kepada putranya yang bernama K. Nasnawi wafat, untuk membentuk barisan perjuang dengan nama “Anshorudinillah”, sebagai barisan untuk mempertahankan Negara ini terbukti. Sebab tidak lama kemudian pemberontakan di Surabaya meletus. Kemudian timbul inisiatif dari komandan polisi Kraksaan, Abd. Karim, untuk menjadikan barisan tersebut sebagai pasukan inti di garis depan. Kemudian, berdasarkan hasil musyawarah, nama Anshorudinillah itu diganti menjadi “Barisan Sabilillah”.Dalam situasi yang gawat ini, tidak sedikit para pejuang angkatan 45 yang datang kepada Kiai Hasan untuk memohon doa restu, demi kejayaan dan keselamatan perjuangan bangsa melawan penjajah yang akan memasuki kembali wilayah bumi tercinta Genggong juga dijadikan sebagai kubu pertahanan gerilyawan- gerilyawan. Di sini Kiai Hasan Genggong memberikan gemblengan kepada santri-santrinya memberikan santapan batin serta mendoakan bagi gerilyawan- gerilyawan demi keselamatan mengisi pengajian kitab tafsir di bulan puasa pada tahun 1955, Kiai Hasan mengatakan bahwa santri kembali ke pondok Genggong kala itu diganti tanggal 10 Syawal yang biasanya tanggal 15 Syawal karena menurut Kiai Hasan tanggal 11 Syawal akan ada pengajian besar. Ternyata pada 11 Syawal tersebut Kiai Hasan Genggong wafat di tengah-tengah santri yang sudah kembali ke pesantren. [Fath] KH. Moh. Hasan GenggongA. Biografi Pengasuh. PERIODE KE II DARI TAHUN 1865 SAMPAI TAHUN 1952 Nama Pembina KH. Mohammad Hasan nama kecil Ahsan bin Syamsudin.Tempat dan tanggal lahir Sentong, Krejengan, Probolinggo-Jatim 27 Rojab 1259H./bertepatan Th. 1840 Pondok Pesantren Sentong dibawah asuhan KH. Syamsuddin, hubungan keluarga paman Almarhum KH. Mohammad Hasan dimulai sejak kecil sampai usia 14 Pesantren Sukonsari, Pojentrek-Pasuruan Asuhan KH. Mohammad Pesantren Bangkalan selama 3 tahun asuhan KH. Mohammad Cholil di Pesantren ini menggembleng diri serta memperdalam semua Ilmu ibadah Haji sekaligus belajar dan memperdalam Ilmu Agama selama 3 tahun di Mekkah Al AlmarhumIndonesia KH. Syamsuddin, KH. Rofi’i Sentong Mohammad Tamin Sukonsari Moh. Cholil Jazuli Nahcrowi sepanjang Chotib Bangkalan Maksum Sentong Arabia KH. Moh. Nawawi Bin Umar Banten Marzuki Mataram Mukri Sundah Bakri bin Sayyid Moh. Syatho Al Husaian bin Muhammad bin Husain Al Habsyi Al Marhum KH. Moh. Hasan semua kanak-kanak serta sahabat-sahabat semasa di perantauan Sukunsari, Bangkalan dan Mekkah adalah cukup banyak. Selain KH. Rofi’i Sentong yang merupakan saudara dan sahabat beliau yang paling akrab, juga beliau-beliau dibawah ini KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng Nawawi Sidogiri Nachrowi Belindungan Abd. Aziz Kebunsari kulon Syamsul Arifin Sukorejo Sholeh Pesantren Sa’id Poncogati Dahlan Sukunsari Abd. Rahman Godangan SidoarjoHabib Alwie Habib yang lebih dekat dengan beliau adalah Habib Hasyim Al Habsyi Abdullah Al Habsyi Sholeh bin Abdullah Al Habsyi Hasan bin Umar Al Habsyi Ahmad bin Alwie Al Habsyi Sholeh Al Hamid Tanggul Husain bin Hadi Al Sholeh bin Muhammad Al Muhdar Abu Bakar Al Muhdar Muhammad Al Muhdar Salim bin Jindan Karya Berupa kitab-kitab untuk kepentingan santri Beliau menyediakan waktu untuk membuat karangan-karangan, yang berhasil diinventariser oleh Ahlil Bait antara lain Aqidatul Tauhid Fie Ilmu TauhidNadlam Safienah Fiel FighiAl Hadts Ala Tartibil Akhrufi Hija-iyahKhutbatun NikahKhutbah Jum’atAsy Syi’ru Bil Lughotil ManduriyyahAmaliyah sehari-hariKebiasaan bangun malam, telah menjadi kebiasaan sejak beliau menjadi santri dan kesempatan ini dimanfaatkan untuk melakukan solatullail antara lain Sholat Tahajut, Sholat Hajat. Kebiasaan ini dilaksanakan secara istiqomah setiap hari sampai menjelang waktu tekun menuntut ilmu di pondok, kezuhudan dan kekhusyu’an sudah terlihat dalam diri beliau, dengan demikian dirasakan kenikmatan TUHAN sesuai dengan ayat “Sungguh Berbahagialah orang-orang yang beriman Yaitu mereka yang khusyuk didalam sholatnya”. Ayat ini benar diresapi oleh beliau sekaligus mendo’akan para santri beliau utamanya para putra-putra dan cucu-cucu beliau didalam menegakkan Agama Islam di negara kita tercinta Indonesia. Komunikasi dengan anggota masyarakat untuk mengembangkan Ajaran Islam, hubungan kekeluargaan telah dijalin dengan baik sehingga masyarakat dengan Pesantren Zainul Hasan dapat menyatu, meskipun beliau telah sepuh setiap ada kematian diperlukan hadir begitu pula pengajian dan undangan walimah diutamakan Mengajar. Kegiatan mengajar di pondok dilaksanakan oleh Al Marhum sebagai pertanggung jawab terhadap para wali santri yang telah menitipkan putranya di pondok, amanat ini dilaksanakan oleh Al Marhum secara tekun dan bersungguh-sungguh dengan pengaturan waktu sebagai berikut Setiap ba’da shubuh dimulai jam dan berakhir ba’da ashar sampai menjelang maghribSetiap ba’da Isya’ sampai larut malamKomunikasi dengan Lingkungan. Komunikasi ini sebagai kelanjutan dari Al Marhum KH. Zainul Abidin sebagai realisasi dari usaha menyatukan pesantren dengan anggota masyarakat, sekaligus berkomunikasi tersebut dapat menampung aspirasi dari orang tua santri, masyarakat, sehingga dengan informasi-informasi ini dapat dijadikan landasan untuk mengembangkan pesantren ke arah sistem pendidikan dan pengajaran yang lebih baik, komunikasi dengan masyarakat luas diatur sebagai berikut Waktu pagi mulai ba’da subuh sampai jam mengaji ilmu fiqih, sesudah jam sampai menjelang dzuhur dipergunakan untuk memenuhi tamu yang datang dari dalam/luar daerah/memenuhi hajat seseorang yang baikdalam/luar daerah sepeti walimah, rapat pengajian, kunjungan kekeluargaan,/silaturrahmi baik dengan famili, keluafga dekat, atau sahabat-sahabat sholat dzuhur dipergunakan untuk menyempatkan tidur sebentar Qoilula, sesudah ashar beliau mengajar tafsirWaktu sesudah maghrib sampai menjelang waktu Isya’ dipergunakan untuk keperluan santri yang berhajar sowan, mohon ijin atau hajar lainnya yang menyangkut masalah Tholabul Ilmi/Masa’il-masa’il yang sulit dipecahkan para santriMengajar Al Qur’an dan ilmu alat seperti Nahwu, Sharraf, Balghah dll. Sesudah Isya’ kadang-kadang beliau mengadakan da’wah keagamaan melalui rapat-rapat pengajian baik yang diadakan oleh perorangan atau organisasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama’, dalam rangka pembangunan mental agama di lingkungan masyarakat tanpa mengenal lelah, kapan dan dimana Marhum dan perjuangan PENJAJAHAN BELANDA. Pada zaman penjajahan Belanda, Al Marhum selamanya bersikap non cooperation Uzlah dengan pihak pemerintah India-Belanda. Oleh karenanya, segala unsur yang berbau penjajah ditolak dan dilarang oleh Al Marhum. Betapapun kondisi fisik Al Marhum pada saat-saat memuncaknya angkara penjajah, nampak lemah karena usia, namun Al Marhum juga sempat menghadiri rapat-rapat akbar di pelosok-pelosok tanpa mengenal payah. Al Marhum sebagai rakyat dari bangsa suatu Negara, tidak pernah absen dalam perjuangan mengusir penjajah dari bumi Tabligh-tabligh beliau pidato-pidatonya menanamkan rasa kebangsaan yang kuat serta menanamkan keyakinan Iman Islam dan Ikhsan dengan suara Ayat Al Qur’an Hadits Nabi Muhammad saw. Di dalam ikut sertanya Al Marhum merintis Kemerdekaan Negara kita tercinta PENJAJAHAN JEPANGPada saat musim paceklik tengah melanda masyarakat, khususnya di daerah sekitar pondok genggong ditambah lagi keganasan serdadu jepang mengumbar nafsu merampasi kekayaan yang ada pada masyarakat. Peristiwa yang cukup rumit ini,menyebabkan penderitaan kekurangan pangan terhadap penduduk di sekitar Maha Pengasih dan Maha kasih sayang Tuhan yang di salurkannya lewat Almarhum. Sebab tidak jauh dari kediaman Almarhum telah diketemukannya sejenis tumbuhan yang berbentuk bulat-bulat di sawah yang dinamakan ANGGUR BUMI. Buah anggur bumi inilah yang akhirnya menjadi pelepas haus dan makanan masyarakat. Anehnya, walaupun anggur itu berulangkali di ambil malah bertambah banyak. Karna masyarakat benar-benar merasakan mamfaatnya, maka merekapun bersyukur dan berterimakasih kepada perang kemerdekaan bangsa Indonesia, jauh sebelumnya telah dirasakan oleh Almarhum. Namun Almarhum toh memerintahkan kepada putranya yang bernama K. Nasnawi wafat, untuk membentuk barisan pejuang dengan nama “ANSHORUDINILLAH”, sebagai barisan untuk memepertahankan Negara Agama. Dan ini benar, sebab tidak lama kemudian pemberontakan di Surabaya meletus. Kemudian timbul inisiatif dari komandan polisi Kraksaan Bapak Abd. Karim, untuk menjadikan barisan tersebut sebagai pasukan inti digaris depan. Kemudian, berdasarkan hasil musyawarah, nama ANSHODINILLAH itu dirubah menjadi “BARISAN SABILILLAH”.Barisan Sabilillah ini kemudian dikirim ke tulangan Sidoarjo antara lainnya di dalamnya terdapat Non Akhsan, Lora Sufyan, dan situasi yang gawat ini, tidak sedikit para pejuang angkatan 45 yang datang kepada Al Marhum untuk memohon do’a restu, demi kejayaan dan keselamatan perjuangan bangsa melawan penjajah yang akan memasuki kembali wilayah bumi tercinta disaat berkobarnya api perjuangan menghadapi aksi penjajah Belanda dalam class I dan II. Pondok Genggong juga dijadikan sebagai kubu pertahanan gerilyawan- gerilyawan. Disini Al Marhum memberikan gemblengan kepada santri- santrinya memberikan santapan bathin serta mendo’akan bagi gerilyawan- gerilyawan demi keselamatan Al Marhum yang bernama Kiyai Syamsuddin bertempat tinggal di desa Sentong Krejengan Probolinggo dan Ibunda Almarhum bernama Hajjah Khadijah, namun masyarakat memanggil beliau dengan Kiyai Miri dan Nyai Miri. Ayah Bunda Almarhum adalah seorang yang Taqwa kepada Allah, taat ibadahnya, sholatnya dan puasanya, ahli shodaqoh baik kepada santri-santrinya maupun pada masyarakat diri almarhum telah nampak adanya kelebihan- kelebihan sejak kecil dari saudara-saudaranya serta kerabat-kerabatnya. Sifat-sifat yang melekat di dalam dada almarhum, tidak terdapat pada diri saudara-saudara dan kawan-kawannya. Sikap sopan, tawadhu’, ramah tamah pada semua pihak, dermawan, cerdas pikirannya, cepat daya tangkap hafalannya serta teguh daya ingatannya, merupakan sifat yang memang dimiliki oleh almarhum sejak kecil lebih-lebih sikap qana’ah menerima apa adanya. Home Cerita Pagi Sabtu, 22 Januari 2022 - 0500 WIBloading... Kiai Hasan A A A Kiai Hasan Genggong adalah seorang guru sufi yang terkenal sebagai salah satu mursyid alias pembimbing spiritual Thoriqoh Naqsyabandiyah. Ulama yang juga dikenal sebagai Syekh Hasan Genggong lahir di Probolinggo pada 1259 Hijriyah dan meninggal pada 1373 Hijriyah. Dia merupakan ulama dari para wali dan seorang wali dari para hidupnya, ulama ini sosok panutan bagi banyak orang pada zamannya. Kiai Hasan mengabdikan hidupnya untuk mengasuh Yayasan Pendidikan Pesantren Zainul Hasan Genggong pada periode 1865 hingga 1952, seperti dilansir juga Perjalanan Syekh Jumadil Kubro Menyebarkan Islam di MajapahitKini, yayasan pendidikan yang diteruskan oleh para keturunannya semakin dikenal luas di kalangan masyarakat, khususnya di Probolinggo dan Jawa Timur. Ulama ini pernah memberikan doa pada penjajah Belanda Kiai Hasan Genggong sudah tampak sejak ia masih di dalam kandungan sang ibu. Konon, ketika hamil sang ibu bermimpi menelan bulan, mimpi itu diartikan jika kelak anak dalam kandungannya akan menjadi orang yang itu, Kiai Syamsuddin ayahnya juga mengalami hal unik serupa sang istri. Suatu ketika, Kiai Syamsuddin mengisi ceramah di desa lain dan pulang larut jalan mendaki, Kiai Syamsuddin melihat cahaya dari kejauhan memancar dari arah timur. Rupanya, sinar itu berasal dari rumahnya. Saat sang ayah sampai rumah, Kiai Hasan Genggong rupanya sudah adalah Kholifah kedua Pesantren Zainul Hasan Genggong dan intelektual yang produktif menulis kitab, yang meliputi bidang-bidang fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis. Salah satu karyanya adalah kitab Nadham Safinatun Najah. Dia berasal dari keluarga Alawiyyin dari marga Al Qodiri Al Hasani yang merupakan keturunan dari Sultanul Awliya al-Quthub al-Kabir Syekh Abi Muhammad Muhyidin Abdul Qadir al-Jailani, seperti dikutip NU zaman penjajahan Belanda, Kiai Hasan Genggong pernah mendapat kunjungan dari Charles Olke van der Plas dan rombongannya. Saat itu, van der Plas menjabat sebagai gubernur kawasan Jawa Timur. Ia meminta Kiai Hasan Genggong berkenan mendoakannya. cerita pagi kisah ulama belanda mendoakan orang lain Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 3 menit yang lalu 12 menit yang lalu 31 menit yang lalu 31 menit yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu

amalan kh hasan genggong